"Kulit Kayu Laris, Tapi Pengrajin Lokal Terabaikan – Martha Ohee Minta Perlindungan Khusus"
Martha Ohee, suarakan perlindungan komoditi kulit kayu, biarlah Orang Asli Papua (OAP) yang lestarikan budaya Ini, Kamis, 26/6/2025 (foto; Dani)
SENTANI | Suaracycklops.com – Pelaku UMKM perempuan asal Papua, Martha Ohee, menyampaikan harapannya agar kerajinan kulit kayu sebagai warisan budaya masyarakat Papua mendapat perlindungan yang lebih serius dari pemerintah. Hal itu disampaikan Martha dalam kegiatan monitoring Kelompok Kerja (Pokja) Perempuan Majelis Rakyat Papua (MRP) bersama Pemerintah Kabupaten Jayapura dan DPRK Jayapura di Cafe Pholeuw Park, Telaga Maya, Distrik Sentani Timur.
Dalam forum itu, Martha mengungkapkan keresahannya melihat banyak pihak dari luar Papua mulai meniru dan memproduksi kerajinan kulit kayu. Ia menilai kondisi ini bisa mengancam eksistensi serta nilai budaya dari karya-karya asli masyarakat Papua.
“Saya sangat senang dengan adanya pertemuan ini. Saya ingin sampaikan bahwa komoditi kulit kayu harus dilindungi, dan kalau bisa hanya orang asli Papua saja yang boleh mengerjakannya. Karena hanya kami yang menjaga nilai-nilai budayanya dari muda sampai tua,” ungkap Martha dengan penuh haru.
Martha juga menyoroti minimnya perhatian dari pihak pemerintah terhadap para pengrajin lokal di kampung-kampung. Padahal, menurutnya, produk kulit kayu sangat diminati di pasar, baik lokal maupun internasional.
“Saya sudah lama menyuarakan ini, tapi belum pernah ada yang benar-benar tanggapi. Karya-karya terbaik saya sudah mendapat penghargaan, bahkan sampai mewakili Papua ke Belanda tahun 2014, tapi tetap saja kurang dilirik,” lanjutnya.
Ia pun mempertanyakan apakah ada dana atau bantuan khusus dari program-program pemerintah yang menyasar para pelaku ekonomi kreatif atau pengrajin kulit kayu di kampung-kampung. Menurutnya, dukungan nyata dibutuhkan agar usaha kecil seperti miliknya bisa bertahan dan berkembang.
Martha kemudian menceritakan pengalamannya bekerja sama dengan pihak Bank BRI yang menurutnya menjadi satu-satunya pihak yang pernah datang langsung dan memberikan bantuan modal usaha secara berkelanjutan sejak tahun 2007.
“Waktu itu BRI datang lihat kerajinan saya di Festival Danau Sentani. Saya jadi salah satu dari 167 nasabah yang mewakili Papua untuk ikut kegiatan di Belanda. Sejak itu, saya mulai ambil pinjaman 5 juta, dan terus meningkat sampai sekarang batasnya 100 juta. Saya bersyukur BRI bantu saya kelola usaha sampai hari ini,” tutur Martha.
Di akhir pernyataannya, Martha kembali menegaskan harapannya agar pemerintah dapat benar-benar melindungi komoditi kulit kayu sebagai identitas budaya Papua, sekaligus memberi perhatian nyata kepada para pengrajin lokal yang telah berjuang tanpa henti. (DanTop)
Komentar
Posting Komentar