"Penonton Sorak, Pedagang Meroket! Turnamen Yuris CUP 2025 Bikin UMKM Tersenyum"

Kalau bukan turnamen Yuris CUP 2025, kami mau makan apa, Elsa Wamblolo. Rabu, 11/6/2025 (foto; dani)



SENTANI | Suaracycklops.com 
Di balik gemuruh sorakan penonton dan gemerlap lapangan hijau Stadion Barnabas Youwe, ada suara yang nyaris tak terdengar: suara mama-mama Papua yang menggantungkan hidup dari event musiman. Salah satunya Elsa Natasya Wamblolo, pedagang kaki lima yang hanya bisa mengais untung ketika turnamen seperti Yuris Cup digelar.

Kalau tidak ada pertandingan, kami tidak bisa jualan. Mau makan dari mana?” ucap Elsa lirih, sambil merapikan dagangannya yang tersisa.

Sudah berhari-hari Elsa berjualan di pinggir stadion, memanfaatkan kerumunan untuk menjual makanan dan pinang. Keuntungan bersihnya bisa mencapai Rp.200.000 – Rp.350.000 per hari. Tapi ini bukan cerita sukses—ini cerita ketergantungan.

Elsa mengaku, di luar kegiatan olahraga seperti ini, tidak ada tempat atau dukungan nyata bagi mama-mama pedagang kecil untuk bertahan. Ia menyebut dirinya sebagai "pedagang musiman", karena memang hanya bisa berjualan saat ada keramaian. Di hari-hari biasa, penghasilannya tidak tentu—kalau bukan nihil, bisa jadi malah nombok.

“Kami selalu tunggu event. Kalau tidak ada, ya kami diam di rumah. Mau usaha di mana? Tempat tidak ada, bantuan juga tidak datang,” katanya dengan nada kecewa.

Ironisnya, keberlangsungan hidup pelaku usaha kecil seperti Elsa justru ditentukan oleh jadwal pertandingan sepak bola—bukan oleh sistem ekonomi yang inklusif. Di tengah program-program pemberdayaan UMKM yang sering digaungkan, Elsa merasa ia dan pedagang kecil lainnya masih berada di pinggiran.

Dari dulu dibilang pemerintah mau bantu UMKM. Tapi kami tidak pernah rasakan. Bantuan tidak turun, tempat usaha tidak disediakan,” lanjutnya.

Elsa menyampaikan apresiasi karena selama turnamen ini, tidak ada pungutan retribusi dan panitia bersikap baik. Tapi ia tetap mengingatkan bahwa keberhasilan ini tidak bisa bertahan jika pemerintah hanya mengandalkan satu-dua kegiatan olahraga dalam setahun.

Kalau bisa jangan cuma sepak bola. Bikin event lain juga. Kalau penontonnya banyak, kami juga bisa dapat lebih. Tapi jangan tunggu sampai tahun depan baru ada lagi,” ujarnya.

Kritik tajam Elsa tidak berhenti di sana. Ia menilai pemerintah belum serius membangun ekosistem usaha kecil yang mandiri. Baginya, lapak-lapak di stadion hanyalah solusi sementara atas masalah yang jauh lebih dalam: kemiskinan struktural dan absennya peluang usaha yang layak.

“Kami tidak minta banyak. Cuma minta supaya bisa hidup dari usaha sendiri. Jangan kami cuma diingat kalau stadion ramai, lalu dilupakan saat sepi,” katanya. (DanTop) 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dua Pekerja Bangunan Ditembak di Kompleks Gereja GKI Imanuel Air Garam, Jayawijaya

"Jembatan Kali Biru Jadi Saksi: Serka Segar Maulama Gugur Ditembak OTK"

Sadis! Pria Tewas Dianiaya di Depan Asrama Koramil Hawai, Pelaku Langsung Kabur